Thursday, February 6, 2025
HomeBaitul Maqdis5 hambatan yang bakal dihadapi Trump di Gaza

5 hambatan yang bakal dihadapi Trump di Gaza

Proyek-proyek yang diusulkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengenai penguasaan AS atas Jalur Gaza dan pemindahan penduduknya dianggap sebagai khayalan yang tidak dapat dicapai. Hal itu menimbulkan banyak penolakan.

Pernyataan ini muncul setelah pernyataan yang dilontarkan oleh Trump sejak pelantikannya, yang mencakup ide untuk menguasai Terusan Panama dan Greenland. Bahkan menjadikan Kanada sebagai negara bagian ke-51 Amerika Serikat, serta memindahkan “penjahat yang dituduh melakukan kekerasan” dari penjara AS ke El Salvador untuk menjalani hukuman mereka.

Usulannya tentang Gaza, seperti halnya dengan usulan lainnya, menghadapi banyak hambatan, terutama:

Keterikatan Warga Gaza pada Tanah Mereka

Proyek ini tidak mempertimbangkan seberapa besar keterikatan warga Palestina terhadap tanah mereka.

Sebagaimana yang terlihat dari kembalinya dengan cepat setengah juta pengungsi ke utara Jalur Gaza setelah pengumuman gencatan senjata. Meskipun wilayah tersebut hancur akibat perang Israel yang menghancurkan Gaza, namun hal itu tetap terjadi.

“Ini adalah hari terindah dalam hidup saya. Kami akan membangun kembali rumah kami meskipun itu dengan tanah dan pasir,” kata Lamis Al-Awadi (22 tahun) kepada AFP pada 28 Januari lalu.

Senada dengan itu, Duta Besar Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, mengatakan hal yang sama.

“Tanah air kami adalah tanah air kami,” katanya.

“Bagi mereka yang ingin mengirim orang Palestina ke tempat yang indah dan bahagia, biarkan mereka kembali ke rumah asli mereka di Israel. Di sana ada tempat yang indah, dan mereka akan senang untuk kembali ke sana,” imbuhnya.

Penolakan Arab

Bertentangan dengan yang diyakini Trump, usulannya mendapat penolakan dari negara-negara Arab. Sejak Sabtu, menteri luar negeri Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, dan Qatar menolak segala bentuk pelanggaran terhadap hak-hak yang tidak dapat dicabut dari Palestina.

Pada hari Rabu, Kairo mendesak agar Gaza dibangun kembali dengan cepat tanpa menggusur penduduknya. Sementara itu, Raja Yordania juga menegaskan penolakan terhadap pengusiran tersebut.

“Anda bisa mengharapkan reaksi dari kebingungan hingga kecaman, dengan demonstrasi di seluruh Timur Tengah dan di luar sana dalam beberapa hari mendatang,” kata Emily Harding dari Pusat Studi Strategis dan Internasional di Washington.

Sejarah Amerika

Proyek yang diluncurkan Presiden Trump melibatkan pengiriman pasukan AS ke Gaza, yang merupakan pelanggaran terhadap janji kampanye politiknya.

Penolakan keras dari Hamas tentu saja merupakan hal wajar, mengingat tujuan yang ditetapkan oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk memusnahkannya belum tercapai meskipun perang brutal yang dilancarkan Israel selama 15 bulan.

Hamas dan sekutunya, Jihad Islam, masih mampu melanjutkan perang gerilya yang keras.

Kebuntuan historis yang dialami AS dalam Vietnam, Afghanistan, dan Irak masih membekas dalam ingatan rakyat Amerika. Seorang diplomat Eropa di Yerusalem mengindikasikan bahwa usulan Trump “bertentangan dengan ide ‘American First'”.

“Namun, dia percaya bahwa semuanya akan berjalan dengan baik, dan ini bukan perang, bukan Afghanistan atau Irak. Dia benar-benar yakin dia akan bisa meyakinkan mereka. Inilah yang sangat mengkhawatirkan,” imbuhnya.

Hukum Internasional

Trump telah melanggar banyak norma dalam hukum internasional yang diturunkan dari periode pasca-perang yang dipatuhi oleh Washington dalam beberapa dekade terakhir, meskipun hanya dalam kata-kata.

Tamer Morris, seorang ahli hukum internasional di Universitas Sydney, Australia, mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak bisa menguasai Gaza tanpa persetujuan Israel.

“Tidak bisa menyerahkan Gaza kepada Amerika Serikat,” katanya.

Ia menambahkan di laman “The Conversation” bahwa bahkan Otoritas Palestina tidak dapat memberikan persetujuan ini atas nama rakyat yang memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Ia juga mencatat bahwa pernyataan itu sendiri berbahaya.

“Cara Trump mengajukan isu-isu seperti penguasaan tanah dan pemindahan penduduk memberi kesan bahwa aturan ini dapat dilanggar dengan mudah,” jelasnya.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan pada hari Rabu bahwa hukum internasional melarang keras pemindahan paksa atau deportasi penduduk dari wilayah yang diduduki.

Peringatan dari Israel

Kecuali para pendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, para politikus Israel bersikap hati-hati.

“Sayap kanan ekstrem dalam keadaan penuh kegembiraan,” kata David Khalfa, penulis buku Israel-Palestina, Tahun Nol.

“Yang lebih moderat di parlemen menyambut Trump, tetapi menyatakan keraguan tentang kemungkinan pelaksanaan proyek ini,” tambahnya.

Sementara itu, Pemimpin oposisi Yair Lapid mengatakan bahwa orang Israel tidak bisa mengandalkan Ameriika.

“Pada dasarnya, orang Israel tidak bisa hanya menunggu orang Amerika membuat rencana untuk keluar dari krisis ini,” katanya.

Peneliti menjelaskan bahwa Lapid percaya bahwa rencana Trump tidak realistis dan dapat membawa hasil yang kontraproduktif.

Ia menjelasakan bahwa Trump pada dasarnya adalah seorang pebisnis yang mencoba melibatkan semua pihak di wilayah ini untuk keluar dari konfrontasi Israel-Palestina dan mengulangi tragedi yang sama.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular