Sunday, June 29, 2025
HomeBeritaPerlawanan Palestina masuki fase baru: Tekanan terhadap militer Israel meningkat

Perlawanan Palestina masuki fase baru: Tekanan terhadap militer Israel meningkat

Situasi di Jalur Gaza memasuki fase baru yang menentukan seiring meningkatnya intensitas serangan kelompok perlawanan Palestina terhadap militer Israel.

Di tengah upaya diplomatik yang dirintis Amerika Serikat (AS)—yang dinilai lebih mengakomodasi kepentingan Israel ketimbang aspirasi rakyat Palestina—faksi-faksi perlawanan memperlihatkan ketangguhan dan kapasitas serangan yang belum mereda.

Beberapa hari terakhir, Brigade Izzuddin al-Qassam (sayap militer Hamas), Saraya al-Quds (sayap militer Jihad Islam), dan kelompok lain secara berturut-turut melancarkan serangan terhadap pasukan serta kendaraan militer Israel.

Terutama di Khan Younis, wilayah selatan Gaza, dan sejumlah titik lain di sepanjang jalur yang terkepung.

Al-Qassam mengklaim berhasil menembak seorang prajurit Israel di dekat Bukit al-Muntar, sebelah timur wilayah Shujaiya, Kota Gaza.

Selain itu, dua tank Merkava, satu kendaraan pengangkut personel, dan sebuah buldoser militer dilaporkan hancur akibat ranjau darat berkekuatan tinggi yang telah dipasang sebelumnya di wilayah Jabalia, Gaza Utara.

Sementara itu, Saraya al-Quds merilis video persiapan dan eksekusi peledakan ladang ranjau menggunakan bahan peledak jenis “Tsaqib”.

Selain itu, juga serangan terhadap kendaraan lapis baja Israel dengan peluncur roket Yasin-105 di kawasan Abasan al-Kabirah, sebelah timur Khan Younis.

Serangan besar lainnya dilakukan oleh al-Qassam dalam bentuk penyergapan terhadap dua kendaraan angkut pasukan Israel di Khan Younis, yang menewaskan sedikitnya tujuh tentara dan melukai sejumlah lainnya.

Rentetan operasi ini memperkuat narasi bahwa militer Israel tengah menghadapi tekanan serius di medan pertempuran.

Kegagalan strategi Israel

Menurut pengamat urusan Israel, Ihab Jabarin, peningkatan serangan perlawanan telah memaksa Israel untuk kembali menghadapi realitas setelah sekian waktu terkesan stagnan dalam upaya militernya, khususnya setelah operasi yang mereka lakukan di Teheran.

Israel, kata Jabarin, berambisi menampilkan diri sebagai kekuatan dominan yang tak tersentuh, namun kenyataan di lapangan berkata lain.

Dalam diskusi di program Behind the News, Jabarin menilai bahwa Israel tengah mencoba merebut kembali inisiatif, namun tekanan dari lapangan—terutama di Gaza—telah memperlihatkan keterbatasan kekuatan militer mereka dalam menundukkan perlawanan yang berakar kuat di masyarakat.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, Dr. Mustafa Barghouti, menegaskan bahwa strategi “penyelesaian total” yang dicanangkan Israel di Gaza, Tepi Barat, dan di kawasan lebih luas.

Hal itu bertujuan untuk menghapus sepenuhnya perjuangan rakyat Palestina dan menggantinya dengan pembersihan etnis. Namun, menurutnya, strategi ini telah gagal total.

“Setelah lebih dari 21 bulan serangan militer bertubi-tubi, Israel tidak mampu menghancurkan perlawanan Palestina atau memaksa rakyat untuk menyerah,” tegas Barghouti.

Dinamika sikap Amerika Serikat

Sementara itu, dari sisi diplomasi internasional, mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS, Thomas Warrick, mengungkapkan bahwa Washington dalam tujuh minggu terakhir tidak terlalu fokus pada Gaza, lantaran perhatian lebih tertuju pada isu Iran.

Ia juga menyinggung adanya perbedaan pandangan antara Washington dan Tel Aviv terkait pembebasan tawanan dan pemberian bantuan kemanusiaan.

Warrick menyatakan bahwa Presiden Donald Trump sedang berupaya mendorong inisiatif diplomatik pribadi guna mengakhiri perang.

Namun, upaya tersebut terhalang oleh posisi keras Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang kini berstatus buronan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).

Trump, menurut Warrick, percaya bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk menghentikan perang, namun dengan definisi “kemenangan” yang berbeda dari apa yang dibayangkan Netanyahu.

Jabarin menambahkan, sejak kembali menjabat sebagai perdana menteri, Netanyahu lebih mengandalkan pengelolaan krisis ketimbang penyelesaian tuntas.

Strateginya ialah membuka banyak kemungkinan—mulai dari opsi pemilu dini, wacana normalisasi, hingga pembentukan negara Palestina—tanpa benar-benar menuntaskannya. Semua ini, lanjut Jabarin, demi kelangsungan karier politiknya.

Terungkap pula, berdasarkan laporan harian Haaretz, bahwa militer Israel telah menerima instruksi resmi untuk menembak warga sipil yang mencoba mengambil bantuan makanan.

Akibatnya, lebih dari 560 warga sipil tewas di dekat titik distribusi bantuan, dan lebih dari 4.000 lainnya terluka.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular