Wednesday, December 24, 2025
HomeBeritaIsrael mulai bangun 1.200 unit permukiman di Tepi Barat

Israel mulai bangun 1.200 unit permukiman di Tepi Barat

Israel kembali mempercepat ekspansi permukiman di Tepi Barat. Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz mengumumkan dimulainya pembangunan 1.200 unit permukiman baru di koloni Beit El, yang terletak di utara Kota Ramallah.

Langkah ini dipandang sebagai kelanjutan langsung dari kebijakan ekspansi teritorial yang semakin agresif.

Pengumuman tersebut disampaikan Katz saat melakukan kunjungan lapangan ke permukiman Beit El untuk menghadiri seremoni peletakan batu pertama proyek tersebut.

Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa pembangunan permukiman Yahudi akan terus berjalan dengan tempo yang semakin meningkat.

Katz juga mengungkapkan rencana pendirian sejumlah pos permukiman tambahan dalam kerangka proyek yang dikenal sebagai “Nahal”.

Sebagai bagian dari strategi lebih luas untuk membangun kembali permukiman dan kamp militer Israel di wilayah Tepi Barat bagian utara yang diduduki.

Sejumlah media Israel melaporkan bahwa proyek ini juga mencakup pembangunan jalan pintas baru yang akan menunjang rencana-rencana permukiman tersebut, khususnya di sekitar wilayah Silat adh-Dhahiriya, utara Nablus.

Operasi penggusuran

Sementara itu, di wilayah selatan Tepi Barat, pasukan pendudukan Israel mengerahkan buldoser militer yang dikawal iring-iringan kendaraan tempur menuju bekas permukiman Sanur, yang terletak di selatan Jenin.

Di lokasi tersebut, tentara Israel mulai melakukan penggusuran lahan sebagai tahap awal persiapan pembangunan kembali.

Sanur merupakan salah satu permukiman yang dievakuasi pada 2005 dalam skema “penarikan sepihak” Israel.

Namun, pergerakan militer terbaru menunjukkan adanya niat jelas untuk menghidupkan kembali permukiman tersebut.

Reporter Al Jazeera melaporkan bahwa sedikitnya empat buldoser militer Israel memasuki area tersebut.

Aksi ini merupakan bagian dari rencana yang lebih luas untuk melegalkan dan membangun 19 pos permukiman baru di Tepi Barat, termasuk empat permukiman di wilayah administratif Jenin.

Pelanggaran terhadap sektor air Palestina

Seiring dengan ekspansi permukiman, Otoritas Air Palestina bersama sejumlah lembaga internasional mencatat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam pelanggaran Israel terhadap sektor air Palestina sejak 7 Oktober 2023.

Pelanggaran ini mencakup perusakan jaringan air, penguasaan mata air alami, serta pengalihan sumber-sumber air untuk kepentingan permukiman dan pos-pos ilegal Israel.

Dampaknya, kesenjangan konsumsi air antara warga Palestina dan Israel semakin melebar.

Laporan lapangan menunjukkan bahwa sejumlah desa Palestina sepenuhnya kehilangan akses air bersih.

Hal itu menyebabkan kemerosotan kondisi kehidupan dan mendorong terjadinya pengungsian paksa di beberapa komunitas.

Di wilayah Al-Auja, sebelah timur Tepi Barat yang diduduki, warga Palestina dilarang mengakses Mata Air Al-Auja—salah satu sumber air tertua dan terbesar di Palestina—setelah sebuah pos permukiman didirikan di sekitarnya.

Akibatnya, penduduk setempat dan ternak mereka kehilangan akses air dan padang penggembalaan, serta terpaksa hidup di kawasan berpagar demi menghindari serangan para pemukim.

Pengamatan lapangan juga memperlihatkan mengeringnya alur-alur mata air, meskipun curah hujan dalam beberapa pekan terakhir tergolong tinggi.

Kondisi ini terjadi akibat pengambilan air secara besar-besaran oleh pemukim dari sumber-sumber utama.

Alih-alih memperoleh air dari mata air alami, warga Palestina dipaksa membeli air dari perusahaan air nasional Israel, Mekorot, yang telah memasang pompa di sebagian besar sumur air.

Pos permukiman dan penguasaan sumber air

Di wilayah tengah Tepi Barat, laporan lapangan mendokumentasikan pengepungan terhadap Ain Samia—salah satu cekungan air tanah terbesar yang sebelumnya memasok air bagi 19 desa Palestina dan menopang kehidupan lebih dari 100.000 jiwa.

Kawasan ini kini dikepung pos-pos permukiman, disertai praktik pengambilan air serta perusakan peralatan dan pipa milik Palestina.

Perkembangan ini bertepatan dengan kunjungan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich ke wilayah tersebut.

Dalam kunjungannya, Smotrich memuji peran para pemukim dan menyatakan bahwa mereka telah “mengambil kembali kendali atas sumur-sumur air”, pernyataan yang memicu kecaman luas dari kalangan Palestina dan organisasi hak asasi manusia.

Data resmi Palestina menunjukkan bahwa warga Palestina dilarang memanfaatkan lebih dari 85 persen sumber daya air mereka.

Meskipun wilayah Palestina membentang dari Laut Mediterania hingga Laut Mati dan Sungai Yordan, serta mengandung ratusan sumber air tanah dan permukaan.

Pasca perang yang digambarkan sebagai genosida di Jalur Gaza, lebih dari 200 pos permukiman baru—sebagian besar bersifat pastoral—dibangun di sekitar sumur-sumur air.

Kondisi ini menyebabkan jatah air yang dinikmati warga Israel dan para pemukim mencapai delapan kali lipat dibandingkan jatah air warga Palestina.

Penyerbuan militer

Di lapangan, koresponden Al Jazeera melaporkan konsentrasi besar pasukan Israel di sekitar Pos Pemeriksaan Qalandiya, sebelah utara Yerusalem Timur yang diduduki.

Pasukan pendudukan melepaskan granat suara dan gas air mata, serta menggerebek toko-toko di sekitar Kamp Pengungsi Qalandiya dan wilayah Kafr Aqab.

Aksi tersebut berlangsung bersamaan dengan penggerebekan besar-besaran di sejumlah kawasan Kota Al-Bireh serta wilayah-wilayah di utara Yerusalem.

Keseluruhan perkembangan ini mencerminkan eskalasi terpadu di Tepi Barat—menggabungkan ekspansi permukiman, operasi militer, dan penguasaan sumber daya alam.

Berbagai pihak Palestina dan internasional memperingatkan bahwa situasi ini membawa konsekuensi serius bagi stabilitas kawasan dan keberlangsungan keberadaan Palestina di wilayah tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Terpopuler