Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant kembali bertengkar soal keberadaan militer Israel di Koridor Philadelphi yang memisahkan Gaza dengan Mesir.
Demikian dilaporkan kantor berita Anadolu pada Senin (2/9).
Netanyahu menganggap koridor itu sebagai “jalur kehidupan bagi Hamas,” sehingga menolak keras penarikan pasukan Israel dari wilayah tersebut, demikian laporan KAN, penyiar publik Israel.
Sikap keras Netanyahu dipandang sebagai penghalang utama mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan dengan Hamas.
Pada Kamis lalu, kabinet keamanan Israel memilih mempertahankan kehadiran militer di koridor tersebut. Keputusan itu mendapat kritik tajam dari Menteri Pertahanan.
Gallant menyebut kontrol Israel atas koridor ini sebagai kendala yang tidak perlu, yang kami ciptakan sendiri.
“Kita tidak akan mencapai tujuan perang yang kita tetapkan,” ujar Gallant dalam rapat kabinet keamanan pada Ahad (1/9).
“Keputusan pada Kamis diambil dengan asumsi bahwa kita punya waktu, tetapi jika kami ingin menyelamatkan sandera yang masih hidup, waktu tidak berpihak pada kita.”
Baca juga: Hamas siap negosiasi, Israel minta rapat darurat di DK PBB
Gallant menyinggung Netanyahu yang pernah menyepakati pertukaran tahanan pada 2011. Di mana seorang kopral Israel ditukar dengan lebih dari 1000 tahanan Palestina.
“Kami telah mempertaruhkan nyawa tentara selama puluhan tahun demi menyelamatkan satu individu. Bagaimana mungkin kami mengabaikan hidup 30 orang?” kata Gallant.
Dalam pertemuan tersebut, Gallant mengingatkan Netanyahu, “Anda pernah membebaskan 1.027 tahanan, termasuk pemimpin Hamas Yahya Sinwar, hanya untuk satu orang, Gilad Shalit.”
KAN, mengutip sumber yang dekat dengan Netanyahu, melaporkan bahwa perdana menteri Israel tersebut tidak berencana untuk memecat menteri pertahanannya dalam waktu dekat, meskipun hubungan mereka semakin tegang.
Kemarahan publik terhadap pemerintahan Netanyahu meningkat setelah militer mengumumkan pada hari Minggu bahwa mereka telah menemukan enam jenazah sandera di Gaza bagian selatan.
Sebagai respons, serikat pekerja terbesar di Israel, Histadrut, menyerukan pemogokan nasional selama satu hari untuk mendesak pemerintah Israel segera mencapai kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan dengan Hamas.
Israel memperkirakan bahwa lebih dari 100 sandera masih ditahan oleh Hamas di Gaza, dengan beberapa di antaranya diyakini sudah tewas.
Selama berbulan-bulan, AS, Qatar, dan Mesir telah berusaha mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas untuk memastikan pertukaran tawanan dan gencatan senjata serta memungkinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza. Namun, upaya mediasi tersebut terhenti akibat penolakan Netanyahu untuk memenuhi tuntutan Hamas agar menghentikan perang.
Baca juga: Keluarga sandera Israel lari ke perbatasan Gaza, panggil kerabat mereka
Baca juga: Oposisi Israel sepakat gulingkan pemerintahan Netanyahu
Israel terus melakukan serangan brutal di Jalur Gaza setelah serangan oleh Hamas pada 7 Oktober lalu, meskipun ada resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera.
Serangan ini telah mengakibatkan lebih dari 40.700 kematian warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta lebih dari 94.100 luka-luka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Blokade yang terus berlangsung di Gaza menyebabkan kekurangan parah pangan, air bersih, dan obat-obatan, meninggalkan sebagian besar wilayah tersebut dalam kehancuran.
Israel menghadapi tuduhan genosida di Pengadilan Internasional, yang telah memerintahkan penghentian operasi militer di kota Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina berlindung sebelum daerah tersebut diduduki pada 6 Mei.